Profil Desa Sembungan

Ketahui informasi secara rinci Desa Sembungan mulai dari sejarah, kepala daerah, dan data lainnya.

Desa Sembungan

Tentang Kami

Profil Desa Sembungan, Kejajar, Wonosobo. Mengupas pesona desa tertinggi di Pulau Jawa, pusat pariwisata Bukit Sikunir, potensi agribisnis kentang, serta dinamika kehidupan masyarakat di "Negeri di Atas Awan" yang ikonik.

  • Desa Tertinggi di Pulau Jawa

    Berada di ketinggian ±2.306 meter di atas permukaan laut, Sembungan secara resmi diakui sebagai desa berpenghuni tertinggi di Pulau Jawa, menjadi daya tarik utamanya.

  • Gerbang Utama Golden Sunrise Sikunir

    Desa ini merupakan titik awal dan gerbang utama bagi para wisatawan yang ingin menyaksikan panorama matahari terbit keemasan (golden sunrise) yang legendaris dari Puncak Bukit Sikunir.

  • Ekonomi Berbasis Pariwisata dan Agrikultur

    Perekonomian desa ditopang oleh dua sektor yang saling terintegrasi, yaitu industri pariwisata (homestay, guide, jeep tour) dan pertanian dataran tinggi, khususnya budidaya kentang.

XM Broker

Di puncak tertinggi Pulau Jawa, terhampar sebuah perkampungan yang seolah menyentuh langit, Desa Sembungan. Terletak di Kecamatan Kejajar, Kabupaten Wonosobo, desa ini menyandang predikat prestisius sebagai desa tertinggi di Pulau Jawa. Lebih dari sekadar rekor ketinggian, Sembungan adalah episentrum pariwisata alam yang memukau, menjadi gerbang utama menuju Puncak Bukit Sikunir yang termasyhur dengan panorama matahari terbit keemasannya. Kehidupan di "Negeri di Atas Awan" ini merupakan perpaduan unik antara ketangguhan masyarakat dalam mengolah lahan pertanian kentang di suhu dingin dan kearifan mereka dalam menyambut ribuan wisatawan, menciptakan sebuah ekosistem ekonomi-sosial yang dinamis dan luar biasa.

Geografi Istimewa di Puncak Jawa

Keistimewaan utama Desa Sembungan terletak pada kondisi geografisnya yang ekstrem. Berada pada ketinggian rata-rata ±2.306 meter di atas permukaan laut (mdpl), desa ini dikelilingi oleh jajaran perbukitan dan puncak-puncak di Kawasan Dataran Tinggi Dieng. Suhu udara di sini sangat dingin, berkisar antara 10-15 derajat Celsius pada siang hari dan dapat turun drastis hingga mendekati titik beku pada malam hari, terutama saat musim kemarau ketika fenomena embun es (frost) atau yang oleh warga lokal disebut bun upas sering terjadi.Secara visual, lanskap desa ini didominasi oleh perbukitan hijau, lembah-lembah subur untuk pertanian dan Telaga Cebong yang berada tepat di bawah kaki Bukit Sikunir. Luas wilayah Desa Sembungan tidak terlalu besar, namun setiap jengkalnya memiliki nilai strategis. Wilayah administratifnya berbatasan langsung dengan kawasan hutan Perhutani dan desa-desa lain di Kecamatan Kejajar. Berdasarkan data kependudukan, desa ini dihuni oleh ratusan kepala keluarga yang telah beradaptasi secara turun-temurun dengan kondisi alam yang unik ini. Sebagian besar penduduknya adalah Suku Jawa yang memiliki dialek dan tradisi khas masyarakat Dieng.

Pemerintahan Desa dan Peran Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis)

Tata kelola pemerintahan di Desa Sembungan dijalankan oleh seorang Kepala Desa beserta perangkatnya. Namun mengingat statusnya sebagai desa wisata utama, peran lembaga kemasyarakatan, khususnya Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) "Cebong Sikunir", menjadi sangat vital dan menonjol. Pokdarwis inilah yang menjadi motor penggerak utama dalam pengelolaan pariwisata di area Bukit Sikunir dan Telaga Cebong. Mereka bertanggung jawab atas penataan area wisata, pengelolaan tiket masuk, penyediaan pemandu wisata, hingga koordinasi dengan para pelaku usaha wisata lainnya seperti pemilik homestay dan penyedia jasa jeep.Sinergi antara Pemerintah Desa dan Pokdarwis menjadi kunci keberhasilan Sembungan dalam mengelola potensinya. Visi pembangunan desa secara jelas diarahkan untuk "Menjadikan Sembungan sebagai Destinasi Ekowisata Unggulan yang Berbasis Masyarakat dan Berwawasan Lingkungan". Program-program pembangunan tidak hanya fokus pada infrastruktur fisik, tetapi juga pada peningkatan kapasitas sumber daya manusia di bidang pariwisata, seperti pelatihan keramah-tamahan (hospitality), manajemen homestay, dan pemanduan wisata yang profesional.

Perekonomian: Simbiosis Emas Kuning Kentang dan Emas Fajar Sikunir

Perekonomian Desa Sembungan berdiri di atas dua pilar utama yang saling melengkapi dan terintegrasi secara harmonis.Pilar Pertama: Pertanian Dataran Tinggi. Jauh sebelum pariwisata berkembang pesat, masyarakat Sembungan adalah petani tulen. Komoditas utama yang menjadi andalan hingga saat ini adalah kentang, yang sering dijuluki "emas kuning" Dieng. Kentang dari Sembungan dikenal memiliki kualitas premium karena ditanam di tanah vulkanik yang subur. Selain kentang, warga juga menanam komoditas lain seperti kubis, wortel, dan buah carica, ikon lain dari Wonosobo. Sektor pertanian ini menjadi fondasi ketahanan pangan dan memberikan pendapatan dasar bagi masyarakat.Pilar Kedua: Industri Pariwisata. Inilah mesin ekonomi yang telah mentransformasi Desa Sembungan. Pesona Golden Sunrise di Puncak Sikunir telah menarik ratusan ribu wisatawan setiap tahunnya. Fenomena alam ini menciptakan rantai ekonomi yang panjang dan menguntungkan. Ratusan rumah warga telah beralih fungsi menjadi homestay yang nyaman bagi para wisatawan. Puluhan jeep wisata siap mengantar pengunjung yang tidak ingin berjalan kaki. Para pemuda desa banyak yang berprofesi sebagai pemandu wisata (guide). Warung-warung makan dan kedai kopi menjamur di sepanjang jalan desa, dan penjualan suvenir serta produk olahan lokal seperti carica dan keripik kentang berkembang pesat. Sektor pariwisata ini memberikan pendapatan tunai yang cepat dan menjadi sumber penghidupan utama bagi sebagian besar keluarga.

Kehidupan Sosial Masyarakat di Atas Awan

Masyarakat Desa Sembungan adalah cerminan komunitas yang tangguh, adaptif, dan ramah. Mereka telah terbiasa hidup dalam kondisi alam yang keras, yang membentuk karakter pekerja keras dan semangat gotong royong yang tinggi. Kehadiran industri pariwisata telah membuat mereka menjadi komunitas yang sangat terbuka dan ramah terhadap pendatang. Interaksi dengan wisatawan dari berbagai daerah dan negara telah memperluas wawasan dan cara pandang mereka.Tradisi dan budaya lokal masih tetap dijaga. Berbagai upacara adat atau ritual selamatan yang berkaitan dengan siklus pertanian atau sebagai ungkapan rasa syukur masih sering dilaksanakan. Salah satu yang paling dikenal adalah tradisi ruwatan rambut gimbal yang, meskipun pusatnya di kompleks Candi Arjuna, semangat dan partisipasinya juga terasa hingga ke Sembungan sebagai bagian dari masyarakat Dieng yang lebih luas. Kehidupan beragama yang rukun juga menjadi fondasi sosial yang menenangkan di tengah hiruk pikuk pariwisata.

Infrastruktur Penunjang Desa Wisata Internasional

Sebagai destinasi wisata yang popularitasnya mendunia, pembangunan infrastruktur di Desa Sembungan terus ditingkatkan. Akses jalan utama dari pusat Kecamatan Kejajar menuju Sembungan sudah dalam kondisi beraspal baik, meskipun berkelok dan menanjak. Pemerintah telah melebarkan beberapa ruas jalan untuk mempermudah akses bus pariwisata.Di dalam desa, infrastruktur penunjang pariwisata sangat lengkap. Area parkir yang luas tersedia untuk menampung ratusan kendaraan. Jalur pendakian menuju Puncak Sikunir telah ditata dengan baik menggunakan tangga dan jalur setapak yang aman. Fasilitas umum seperti toilet, mushala, dan pusat informasi wisata tersebar di beberapa titik strategis. Jaringan listrik dan telekomunikasi, termasuk internet, juga sudah menjangkau desa ini dengan cukup baik, yang sangat vital untuk mendukung promosi digital dan kebutuhan wisatawan.

Tantangan dan Prospek Pengembangan Berkelanjutan

Tantangan terbesar bagi Desa Sembungan adalah pengelolaan pariwisata massal yang berkelanjutan (sustainable tourism). Lonjakan jumlah wisatawan, jika tidak dikelola dengan baik, berisiko menimbulkan masalah lingkungan seperti penumpukan sampah, kerusakan jalur pendakian, dan tekanan pada sumber daya air. Menjaga keseimbangan antara konservasi alam dan eksploitasi pariwisata adalah kunci utama. Selain itu, ketergantungan yang sangat tinggi pada satu objek wisata (Sikunir) juga menjadi risiko; perlu adanya diversifikasi atraksi wisata.Namun, prospek masa depan Sembungan sangatlah cerah. Pengembangan dapat diarahkan pada ekowisata dan agrowisata. Wisatawan dapat ditawari paket pengalaman "hidup sebagai petani kentang Dieng", belajar tentang fenomena bun upas, atau wisata edukasi tentang energi terbarukan (mengingat potensi panas bumi Dieng). Penguatan branding produk olahan lokal dengan standar kemasan dan pemasaran yang lebih baik juga dapat meningkatkan pendapatan masyarakat. Dengan pengelolaan yang bijak dan partisipasi aktif seluruh warganya, Desa Sembungan tidak hanya akan dikenal sebagai desa tertinggi, tetapi juga sebagai percontohan desa wisata berkelanjutan kelas dunia.